Selasa, 14 April 2015

Sebuah Pengorbanan Sederhana #Bab Satu

SPS #Prolog

Leo sedang duduk memutar-mutar kursinya seraya menggoyangkan pensil di tangannya tanpa henti ketika Miko memasuki ruangannya. Ia setengah tak acuh dengan kedatangan sang kakak.

"Kemana saja semalam, kau bahkan tidak pulang ke rumah?" kesal Miko.
"Menginap di rumah Alan!"
"Tapi setidaknya kau tidak mematikan hpmu, apa kau tahu aku khawatir setengah mati?"
"Aku bukan anak kecil lagi Mik, aku bisa menjaga diri!" jawabnya menaruh pensilnya di atas kertas putih yang sudah di coretinya dengan rancangannya.
Leo memang seorang arsitek, dan ia juga memilih menerima tawaran dari perusahaan tempat Miko menjabat sebagai direktur pelaksana. Sebenarnya ia mendapatkan tawaran gaji yang lebih tinggi di perusahaan orangtua Alan, tapi ia memilih untuk dekat dengan sang kakak.

Leo memandang sang kakak, "bukankah seharusnya kau masih cuti?"
"Aku hanya datang untuk memastikanmu baik-baik saja, setidaknya kau bisa pulang dulu ke rumah kan?"
"Tadi aku bangun kesiangan, itu sebabnya aku langsung ke kantor!"

Miko menghela nafas lega, "lain kali jangan matikan hpmu, dan semoga kau cepat menyelesaikan rancanganmu. Bulan ini kita harus sudah membangunnya!" seru Miko seraya berjalan keluar. Leo hanya meliriknya saja, lalu menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi.

"Miko!" sapa seseorang, Miko menoleh. "Nathan!" balasnya, "ku pikir kau masih cuti?" tanya Nathan seraya mendekat.
"Aku memang masih cuti, aku datang hanya untuk berbicara dengan adikku!"
Miko memang memakai pakaian biasa, tapi dia selalu tampil rapi, "kenapa dengannya hingga kau harus menemuinya di kantor?"
"Biasa, namanya juga anak muda. Semalam dia menghilang dan tidak pulang. Oya, aku harus pergi!" pamitnya,
Nathan tersenyum, "ok, salam untuk istrimu!" titipnya, Miko mengangguk dan berjalan ke arah lift. Nathan masih memandangnya hingga Miko menghilang ke dalam lift dan meluncur turun. Setelah itu Nathan bergegas ke dalam ruangannya. Nathan adalah wakil direktur pelaksana, selama Miko masih cuti ia merasa harus memanfaatkan keadaan sebaik mungkin.

"Sial!" maki Leo, "otakku benar-benar blank!" ia menjambak rambutnya sendiri seraya menggigit bibirnya, menyisirkan matanya ke seisi ruangannya. Ia bangkit dan menggulung kertas putih itu dengan cepat tapi hpnya berdering sehingga membuatnya harus memungutnya dari meja.

"Cintya!" desisnya, ia menghembuskan nafas lalu mengantongi saja hpnya tanpa memperdulikan raungan dari benda mungil itu. Dengan sigap ia memungut beberapa peralatan lalu meninggalkan ruangannya. Di saat seperti itu ia membutuhkan tempat yang jauh lebih nyaman dari ruangan kantornya, setidaknya tempat yang bisa membuat otaknya kembali normal.

Leo mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, ia bisa merasakan hpnya bergetar beberapa kali selama perjalanan.

*****

"Bagaimana, dia ada di kantor?" tanya Maya ketika suaminya memasuki pintu rumah, "anak itu selalu membuatku pusing!" keluh Miko.
"Dia sudah mulai dewasa Miko, sebaiknya kau jangan terlalu overprotektif padanya!"
"Dia tak pernah dewasa, dan aku tidak overprotektif. Hanya saja.....terkadang dia suka melakukan hal yang gila, dan itu yang membuatku khawatir!" sahut Miko menghempaskan dirinya di kursi.
Maya duduk di samping suaminya dengan senyuman lembut, "bagaimana dia bisa dewasa jika kau selalu menganggapnya seperti anak kecil!"

Miko menatap istrinya, ia membalas senyuman lembut itu. "entahlah, terkadang.....aku suka dia yang seperti itu. Sejak orangtua kami meninggal, hanya Leo yang aku miliki!"
"Aku mengerti!" sahut Maya menyentuh lengan suaminya.

*****
Alan mengangkat telepon yang sejak tadi ia diamkan, kalau tak diangkat pula dirinya yang tidak akan konsen bekerja.
"Iya Cin?"
"Temanmu itu bagaimana, aku menelponnya puluhan kali tapi tak satupun di tanggapinya?" marahnya,
"Kenapa kau tanyakan padaku, kami tidak sekantor. Mungkin dia sedang sibuk!"
"Aku sudah menelpon papa, katanya hari ini bahkan tidak ada meeting penting. Parahnya lagi dia tidak ada di mejanya!"
"Hah....aku tidak tahu. Aku bukan baby siternya, ok! Maaf Cintya aku sedang sibuk!" kesal Alan memutus teleponnya.
"Alan tunggu!" seru Cintya, tapi sambungan telepon sudah terputus. "Alan....Alan!" ia melepaskan hpnya dari telinganya, "mereka sama saja!" kesalnya, ia menyambar tas dan berlari keluar kamarnya.

Sementara Leo asyik menikmati orang-orang yang sedang beraktivitas di pelabuhan, ia bertengger di atas motornya. Rambutnya sedikit menari oleh terpaan angin, saat sendiri seperti ini justru sangat ia nikmati. Matanya menangkap sepasang anak lelaki yang sepertinya kakak beradik, mereka sedang bermain, bercanda, kejar-kejaran. Ia tersenyum, mengingat masa kecilnya dulu bersama Miko. Saat mereka kejar-kejaran, main bola hingga dirinya terjatuh. Ia menangis dan Miko menggendongnya pulang, jarak usia mereka 9 tahun. Itu sebabnya dirinya terlalu manja pada kakaknya itu, ia suka mengganggu Miko yang sedang belajar. Bahkan hingga sekarang, ia masih suka mengganggu kakaknya yang sedang sibuk bekerja, dan ia memang suka di perlakukan seperti anak kecil oleh kakaknya meski terkadang ia juga ingin di anggap sudah dewasa. Bunyi dering telepon membuyarkan lamunannya, ia segera memungut hpnya.

"Alan!" desisnya lalu mengangkat panggilan itu. Tapi belum sempat dirinya menyapa sahabatnya, ia sudah di semprot duluan dengan omelan.
"Hei, bisakah kau tidak melibatkanku dalam masalahmu?"
"Eit, tunggu. Ada apa?"
"Cintya menelponku berulang-ulang, jika aku tidak mengangkat telpon darinya pasti dia tidak akan berhenti menelpon sampai hpku meledak!"
"Masalahnya denganku?"
"Ya Tuhan....., dia menelponku karena mencarimu. Dasar brengsek, kenapa kau tidak kencani saja dia agar sedikit lebih jinak!" kesal Alan.
"Maaf, itu tidak akan pernah terjadi. Dan kau tahu itu!"
"Lain kali jangan sampai dia mengganggu pekerjaanku, apa salahnya mengangkat teleponnya dan ajak dia jalan!"
"Alan....., aku sedang tak ingin membahas Cintya. Ok!"
"Huh....dimana kau?"
"Pelabuhan, aku tidak bisa konsentrasi di kantor. Itu sebabnya aku kabur!"
"Ok, bagaimana kalau aku menyusul dan kita having fun. Aku juga bosan dengan suasana ruanganku, siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang menyenangkan!"
"Idemu tidak buruk, tapi jangan membuatku menunggu terlalu lama!"
"Bukannya kebalik, kau yang selalu membuatku repot!" balas Alan. Leo hanya tertawa ringan.

---Bersambung.....---

Next, SPS #Bab Dua


8 komentar:

  1. Selamat datang kembali, Mbak Airy :)

    BalasHapus
  2. Terima kash juga mas Ryan, udah mampir

    BalasHapus
  3. Thanks juga buat mbak Lizz udah sempat kemari

    BalasHapus
  4. siippp...salutt buat mbak , ga ada matinya idenya..

    lanjuut..
    salam rumpies!

    BalasHapus
  5. Sipp lah...mbak septi. Tak lanjutken, thanks ya udah mengunjungi lapak saya.
    Amien, semoga saya gak pernah mati ide he,..he....

    BalasHapus
  6. nice post mbak, asyik baca tulisan ditemani lagu Milo Greene ,di tunggu lanjutannya

    BalasHapus
  7. Terima kasih pak Sub, sempat berkunjung ke lapak pribadi saya

    BalasHapus